Tuesday, December 09, 2008

Idul Adha di Bumi Indraprasta

Idul Adha memang identik dengan penyembelihan hewan korban, kumpul dengan keluarga, bakar sate, dll. Bagi sebagian orang, point ini yang selalu lebih ditonjolkan dan diberitakan. Bukan hal yang salah memang, namun bukan berarti kita tidak memperhatikan hal lain yang juga penting. Isi khotbah Idul Adha salah satunya. Berapa banyak di antara kita yang mendengarkan khotbah dengan baik, memaknainya, merenungkannya dan mengamalkannya?

Astaghfirullah...Sudah puluhan kali khotbah Idul Adha yang kuikuti, aku baru sadar sering kali hanya mendengarkan sambil lalu. Dan setelah itu lupa, hilang tanpa sempat mengambil makna....

Alhamdulillah, Idul Adha kemarin cukup berbeda bagiku. Walaupun tidak ada keluarga, tidak ada sate, gulai...Namun justru membuatku mengambil makna lain.

Dimulai dengan pagi-pagi bingung sholat idul adha dimana? Kemarin itu nginep di teman di bogor. Ternyata di lingkungan tersebut, wanita tidak ikut sholat Idul Adha. Masjid di dekat situ hanya untuk jamaah laki-laki. So, aku harus naik angkot, melihat sebelah kiri kanan, mencari masjid yang ada jamaah wanitanya. Selama perjalanan cukup berdebar-debar, "wahhh...kalo sepanjang jalan ga ketemu masjid, berarti sholat di mesjid raya dan pasti dah ketinggalan sholat..."

Setelah cukup lama angkot berjalan, akhirnya lewat perumahan bumi indraprasta. Di sebuah lapangan luas di perumahan tersebut, sudah ditata tempat buat sholat dan ada bagian untuk jamaah wanita. Alhamdulillah....

Rupanya sholat di tempat tersebut adalah anugrah Idul Adha bagiku. Sholat di lingkungan baru yang sama sekali tidak ada orang yang aku kenal sebelumnya. Ternyata membuatku bisa kenalan dan ngobrol dengan beberapa ibu-ibu. Selain itu, khotbah Idul Adha disampaikan dibawakan dengan bagus sekali dan membuatku terharu.

"Ismailmu adalah setiap sesuatu yang melemahkan imanmu. Setiap sesuatu yang menghalangi dirimu menuju taat kepada Allah. Setiap sesuatu yang membuat engkau tidak dapat mendengarkan perintah Allah dan menyatakan kebenaran. Setiap sesuatu yang menghalangimu melihat kebenaran.

Ismailmu adalah setiap sesuatu yang merampas kebebasanmu dan menghalangimu melaksanakan kewajiban-kewajibanmu, setiap kenikmatan yang membuat engkau terlena, setiap sesuatu yang menyebabkan engkau mengajukan alasan-alasan untuk menghindar dari perintah Allah SWT

Nabi Ibrahim telah menemukan Ismailnya, yakni anak yang sangat dikasihinya. Buah hati yang ditunggunya begitu lama. Dan saat Allah memintanya mengorbankan Ismail, Ibrahim melakukannya, karena ia tahu, Ismailnya tidak akan membuat ia inkar kepada Tuhannya.

Dalam hidup ini, kita harus mencari dan menemukan ismail kita. Mungkin dia adalah orang tua kita? Istri atau suami? Anak? Harta? Profesi? Pekerjaan? Pendidikan? Kecantikan? Seni?

Setelah engkau menemukannya, pastikan bahwa Ismail kita tidak berubah menjadi tandingan cinta dan ketaatan kita kepada Allah..."