Thursday, January 31, 2008

INDONESIA BUKAN BANGSA PEMALAS

Pendapat negatif tentang bangsa Indonesia sering kita dengar. Bukan hal baru bila dikatakan bangsa korup, tertinggal, berpendidikan rendah, sanitasi lingkungan buruk, banyak barang bajakan, makanan tidak higienis, jiwa entrepreneurshipnya rendah, dll. Tidak hanya orang luar yang berkomentar, namun orang Indonesia sendiri, sering bangga mengatakan hal yang sama. Seolah dia bukan bagian di dalamnya.

Sayangnya itu bukanlah kritik yang membangun, tetapi lebih sebagai keluhan, pesimistis, kekesalan karena masalah-masalah tersebut tidak kunjung teratasi. Yang mungkin tidak disadari oleh mereka yang sering mengeluh, membicarakan, mengkritik tanpa solusi, hanya senang menggosipkan aib negerinya sendiri, adalah semakin sering bangsa ini mendengar hal-hal negatif tentang diri mereka, maka setiap orang akhirnya akan membenarkan bahwa mereka memang seperti itu.

Seperti teori psikilogi dimana bila kita terus menerus menyemangati diri kita sendiri, kita bisa, kita bisa, kita mampu, maka akan muncul semangat, kepercayaan diri dan akhirnya muncul kemampuan bahwa kita memang bisa. Begitupun bila terus menerus kita dikatakan terbelakang, bodoh, tidak berkembang, maka lama-lama kita akan percaya bahwa itulah kita. Yang paling menakutkan adalah saat setiap anak Indonesia yang baru lahir dan yang ia dengar dari orang tuanya, lingkunganya, bahwa kita adalah bangsa tertinggal, maka itulah yang akan dia percaya untuk selamanya.

Bagi mereka yang bisa membaca, seharusnya dia mengetahui bahwa kita adalah bangsa besar. Tidak ada bangsa yang sanggup berjuang selama tiga setengah abad mengusir penjajah kalau mereka penakut dan pemalas. Kita adalah bangsa yang cerdas, karena tidak mungkin kita begitu kaya dengan budaya dan mahakarya abadi, bila kita bodoh dan terbelakang.

Setiap diri kita mengalir darah syuhada, pembela agama dari serangan misionaris nasrani, penjajah eropa. Dalam setiap diri anak Indoensia, diwariskan gen pejuang, dari ribuan pahlawan yang gugur selama 350 tahun melawan penjajahan.

Maka bila saat ini kita terpuruk, itulah adalah ulah pengecut yaitu sebagian kecil pengkhianat yang mencuri di negerinya sendiri. Karena sebagian besar rakyat Indonesia adalah pejuang, orang-orang besar. Jutaan petani kecil di seluruh pedesaan nusantara, yang saat ini terengah-engah untuk memberi makan anak dan istrinya, mereka bukan pemalas. Mereka miskin, tapi bukan karena malas. Mereka orang-orang besar, meneteskan keringat dari subuh sampai malam, untuk hidup. Setiap hari, mereka bekerja. Tidak mengenal libur akhir pekan. Mereka disebut orang kecil, karena kita yang mengenyam pendidikan puluhan tahun, harusnya menjadi orang besar yang sanggup mengangkat derajat mereka. Namun banyak di antara kita terlena, pura-pura sok peduli tapi tidak melakukan tindakan apa-apa.

Ibu-ibu yang meneteskan air mata tanpa isakan tangis, saat sekolah begitu mahal, bahkan sekarang makan pun sangat kesulitan, adalah orang-orang cerdas. Mereka begitu hebat menyiasati sepuluh ribu rupiah per hari untuk menghidupi lima orang anak. Mereka berkutat dalam lingkaran kurang gizi, pendidikan rendah, ekonomi susah, karena kita, wanita-wanita modern yang cantik dan perpendidikan, begitu enggan menggenggam tangan wanita-wanita mulia itu. Memberikan sedikit ilmu kita, mendermakan setitik harta kita.

Kita bangsa besar. Dari ratusan tahun yang lalu, dunia begitu kagum dan hormat dengan Majapahit, Sriwijaya, Samudra Pasai, Mataram.

Dan kini, di pundak setiap diri kita, untuk mengangkat martabat itu kembali. Berjuang bersama-sama orang-orang kecil yang berjiwa besar. Melakukan mulai dari hal-hal kecil yang bila kita lakukan bersama akan menghasilkan perubahan besar.

Hingga saat anak-anak kita lahir, kita bisa mengatakan pada mereka, bahwa kita memang bangsa besar..

Dan saudaraku, mari kita mulai saat ini.